Bingung Asesmen STEM untuk Siswa? Ini Solusinya!

“Pak, Bu, kalau kita pakai STEM… nanti rapor siswa diisi dari mana? IPA? Matematika? Atau bikin kolom baru?”. Pertanyaan ini mungkin familiar bagi Bapak/Ibu kepala sekolah yang sedang mempertimbangkan pembelajaran STEM. Dan jujur saja, ini bukan kekhawatiran yang berlebihan. Faktanya, 54,5% guru sains di Indonesia belum pernah menggunakan pendekatan STEM—dan salah satu alasan terbesarnya adalah: kebingungan tentang asesmen STEM. Mereka tidak tahu bagaimana cara menilai siswa ketika pembelajaran tidak lagi terpisah per mata pelajaran.

Bayangkan: siswa membuat proyek filter air sederhana. Mereka pakai konsep sains (filtrasi, pencemaran air), matematika (volume, proporsi material), teknologi (alat sederhana), dan engineering (desain dan uji coba). Lalu… nilai itu masuk ke mana? Bagaimana cara evaluasi STEM yang adil tanpa membuat siswa justru kesulitan memahami materi?

Tenang. Masalahnya bukan pada STEM-nya, tapi pada cara kita memandang penilaian STEM.

Dilema Asesmen: Antara Sistem Lama dan Tuntutan Baru

Saat ini, sebagian besar sekolah masih menerapkan penilaian per mata pelajaran—Matematika dinilai tersendiri, IPA dinilai tersendiri. Namun, STEM justru mengajak siswa berpikir lintas disiplin. Siswa diminta memecahkan masalah nyata dengan menggabungkan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika sekaligus.

Pertanyaannya: bagaimana kita bisa menilai kompetensi siswa secara adil dalam pembelajaran yang menyatukan berbagai mata pelajaran?

Banyak kepala sekolah khawatir siswa akan kesulitan jika langsung menerapkan STEM. Namun, kekhawatiran ini sebenarnya bisa diatasi dengan pendekatan evaluasi STEM yang tepat.

Asesmen Kinerja: Jawaban untuk STEM

Meski pembelajaran STEM di Indonesia masih berkembang dan belum ada aturan baku tentang penilaiannya, salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah asesmen kinerja (performance assessment).

Berbeda dengan tes konvensional yang hanya fokus pada hasil akhir, penilaian STEM melalui asesmen kinerja menilai seluruh proses pembelajaran—bagaimana siswa berpikir, berkolaborasi, memecahkan masalah, dan mengembangkan keterampilannya.

Dalam evaluasi STEM dengan pendekatan ini, guru dapat menilai:

  • Keterampilan proses sains & engineering: Observasi, interpretasi, prediksi, identifikasi masalah, desain solusi, dan uji coba
  • Pengetahuan konsep: Pemahaman konsep sains dan matematika yang diterapkan
  • Keterampilan kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi

Kelebihan asesmen kinerja untuk penilaian STEM:

  1. Menilai proses berpikir, bukan sekadar hafalan
  2. Mencakup penalaran, komunikasi lisan, dan keterampilan praktis
  3. Kriteria penilaian jelas melalui rubrik yang disepakati
  4. Pembelajaran lebih kontekstual dan relevan dengan kehidupan nyata
  5. Mengukur keterampilan kompleks yang sulit diukur dengan tes tertulis

Langkah Praktis Implementasi Asesmen STEM

Untuk Bapak/Ibu kepala sekolah yang ingin menerapkan evaluasi STEM di sekolah, berikut langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan:

1. Mulai dengan Pelatihan Guru

Pastikan guru-guru di sekolah Bapak/Ibu mengikuti pelatihan tentang pembelajaran STEM dan cara melakukan penilaiannya. Guru perlu memahami bahwa penilaian STEM tidak sama dengan tes konvensional.

2. Kembangkan Rubrik Penilaian Bersama

Libatkan guru dalam mengembangkan rubrik penilaian untuk proyek STEM. Rubrik ini harus mencakup berbagai aspek: proses berpikir, keterampilan kolaborasi, kreativitas solusi, dan pemahaman konsep. Dengan rubrik yang jelas, baik guru maupun siswa tahu ekspektasi pembelajaran.

3. Integrasikan secara Bertahap

Tidak perlu langsung mengubah semua sistem penilaian. Mulai dengan proyek STEM di kelas tertentu atau mata pelajaran tertentu. Misalnya, kolaborasi guru IPA dan Matematika untuk satu proyek pemecahan masalah lingkungan. Lihat hasilnya, perbaiki, lalu perluas.

4. Gunakan Asesmen Formatif

Selain asesmen kinerja di akhir proyek, gunakan juga asesmen formatif selama proses pembelajaran. Guru bisa melakukan observasi langsung, memberikan umpan balik, dan membantu siswa memperbaiki cara berpikir atau kerja mereka. Ini penting agar siswa tidak hanya dinilai, tetapi juga dibimbing untuk terus berkembang.

5. Komunikasikan dengan Orang Tua

Jelaskan kepada orang tua siswa bahwa pendekatan STEM dan evaluasinya berbeda dari penilaian konvensional. Beri pemahaman bahwa sistem penilaian ini justru lebih komprehensif karena melihat berbagai aspek kemampuan anak, bukan hanya kemampuan menjawab soal tertulis.

Saatnya Mengubah Cara Pandang Asesmen STEM

Asesmen STEM memang berbeda dan justru itulah kekuatannya. Ketika kita berani mengubah cara menilai, kita tidak hanya mengukur “siswa bisa mengerjakan soal atau tidak”, tetapi juga “siswa bisa memecahkan masalah nyata atau tidak”.

Jadi, apa langkah pertama yang harus Bapak/Ibu ambil?

Mulai besok, ajak 2-3 guru untuk diskusi sederhana: “Kalau kita bikin satu proyek kecil yang menggabungkan IPA dan Matematika, bagaimana kita akan menilainya?” Dari diskusi kecil ini, rubrik penilaian pertama akan lahir. Dari satu proyek kecil, kultur pembelajaran terintegrasi akan mulai tumbuh.

Ingat: sekolah-sekolah terbaik di dunia tidak menjadi hebat karena langsung sempurna. Mereka menjadi hebat karena berani memulai, terus belajar, dan tidak takut salah.

Pertanyaannya bukan lagi “Apakah kita siap?” Tapi, “Kapan kita mulai?” klik di sini

Sumber Referensi:

  1. Nuragnia, B., Nadiroh, & Usman, H. (2021). Pembelajaran STEAM di Sekolah Dasar: Implementasi dan Tantangan. 
  2. Penerapan Asesmen dengan Pendekatan STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika). (2023)
  3. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2025). 

Kuanta merupakan lembaga yang berpengalaman dan terpercaya sebagai partner transformasi pendidikan melalui layanan konsultasi, pelatihan, pengembangan kepemimpinan, riset. Serta pendampingan berkelanjutan untuk menjadi lembaga pendidikan terbaik. Kuanta Indonesia bekerjasama dengan kementerian pendidikan, dinas pendidikan, yayasan pendidikan, Sekolah. Selain itu, bekerja sama dengan Direktur Pendidikan, CSR, pengurus yayasan, kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidik.

Temukan artikel kami yang lain di link berikut : Kumpulan Artikel Kuanta
Simak juga update terbaru dari kami melalui channel : youtube Kuanta Indonesia
Follow instagram kami di @kuantaindonesia

Bagikan Artikel :

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Pinterest

Lebih dari Sekadar Pintar: STEM untuk Pendidikan Karakter

Rapor merah sempurna. Juara olimpiade. Lolos PTN favorit. Lalu apa? Ketika siswa terbaik kita masuk dunia kerja dan menyerah pada tantangan pertama, ketika mereka cemerlang ...
Read More →

Inovasi Pendidikan Melalui Gamifikasi pada Pembelajaran Digital

Kemajuan teknologi digital telah mengubah cara guru mengajar dan siswa belajar. Di tengah perubahan ini, inovasi pendidikan melalui gamifikasi pada pembelajaran digital muncul sebagai strategi ...
Read More →

Jangan Biarkan Siswa Tertinggal: STEM Abad 21

Bapak/Ibu Kepala Sekolah yang terhormat, pernahkah terpikir kalau siswa-siswi kita sekarang akan bersaing di dunia kerja yang sama sekali berbeda dari pengalaman kita dulu? Di ...
Read More →