“Saya tertarik menerapkan STEM di sekolah, tapi dari mana harus memulai?”
Pertanyaan ini sering muncul di kalangan kepala sekolah. STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) memang menjanjikan peningkatan kualitas pembelajaran, namun penerapannya ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Anda tidak sendirian, banyak sekolah menghadapi hambatan serupa saat mencoba menerapkan STEM.
Kabar baiknya, ada tiga tantangan utama yang paling sering dihadapi sekolah dalam menerapkan STEM. Dengan memahami dan mengatasi ketiga tantangan ini, penerapan STEM di sekolah Anda akan jauh lebih mudah. Mari kita bahas satu per satu beserta solusi praktisnya.
Tantangan 1: Guru Belum Siap Menerapkan STEM, Fasilitas Masih Terbatas
Fakta di lapangan menunjukkan kondisi yang perlu kita pahami bersama. Penelitian Arlinwibowo et al. (2023) menemukan bahwa lebih dari separuh guru sains di Indonesia (54,5%) belum pernah menerapkan pedagogi STEM di kelas. Masalah lainnya? Fasilitas. Pembelajaran STEM berbasis proyek memerlukan:
- Ruang belajar yang fleksibel
- Peralatan dan bahan-bahan yang beragam
- Anggaran khusus yang tidak selalu tersedia
Banyak guru berpikir STEM itu “rumit” dan harus menggunakan teknologi canggih. Padahal tidak harus begitu.
Solusinya:
Mulai dari yang kecil, tapi konsisten:
📌Latih guru secara bertahap
Pilih 2-3 guru inti yang tertarik dengan STEM. Kirim mereka ke workshop atau pelatihan. Setelah itu, jadikan mereka mentor bagi guru lainnya. Strategi “pelatihan berantai” ini lebih efisien dan hemat biaya.
📌Manfaatkan yang ada
STEM tidak harus mahal. Penggaris adalah teknologi. Botol bekas bisa jadi alat percobaan. Dorong guru untuk kreatif menggunakan bahan-bahan sederhana di sekitar kita. Yang penting prosesnya, bukan alatnya.
📌Alokasikan anggaran bertahap
Tidak perlu langsung besar. Mulai dengan kebutuhan paling mendasar, misalnya peralatan dasar untuk satu lab atau satu ruang proyek. Tambahkan secara bertahap setiap tahun ajaran.
Tantangan 2: Jadwal Padat, Kurikulum Terpisah-pisah
STEM memerlukan integrasi antar mata pelajaran. Masalahnya, kurikulum kita di SMP dan SMA masih fragmentatif, matematika jalan sendiri, IPA jalan sendiri, begitu juga dengan mata pelajaran lainnya.
Guru menghadapi kesulitan:
- Memetakan materi mana yang cocok untuk proyek STEM
- Menyusun jadwal agar guru bisa berkolaborasi
- Mengatur waktu karena pembelajaran proyek butuh waktu lebih banyak
- Membuat sistem penilaian yang belum ada panduannya
Belum lagi, banyak guru khawatir siswa yang belajar STEM akan kesulitan menghadapi ujian yang masih berbentuk soal-soal konvensional.
Solusinya:
Buat sistem yang mendukung:
📌Bentuk Tim Koordinator STEM
Libatkan perwakilan dari berbagai mata pelajaran. Tugasnya: memetakan materi yang bisa diintegrasikan dan merancang proyek bersama. Berikan mereka waktu khusus untuk rapat koordinasi.
📌Atur ulang jadwal secara strategis
Jadwalkan mata pelajaran yang berkaitan secara berurutan. Misalnya, matematika dan IPA di hari yang sama. Ini memudahkan kolaborasi dan efisiensi waktu.
📌Kembangkan panduan penilaian sendiri
Tidak ada standar baku? Buat sendiri. Mulai dengan rubrik sederhana yang menilai proses dan produk. Perbaiki setiap semester berdasarkan pengalaman. Dokumentasikan dengan baik agar bisa jadi rujukan.
📌Terapkan bertahap, hindari kelas akhir
Mulai dari kelas VII-VIII untuk SMP, atau kelas X-XI untuk SMA. Jangan di kelas IX atau XII yang akan menghadapi ujian kelulusan. Ini mengurangi tekanan pada guru dan siswa.
Tantangan 3: Kebijakan Sekolah Belum Mendukung untuk Menerapkan STEM
Penerapan STEM sangat bergantung pada komitmen kepala sekolah. Tanpa dukungan kebijakan yang jelas, guru harus berjuang sendiri dengan segala keterbatasan.
Sekolah yang kepala sekolahnya berkomitmen kuat pada STEM biasanya:
- Mengalokasikan anggaran khusus
- Memfasilitasi kolaborasi antar guru
- Memberikan fleksibilitas dalam pembelajaran
Sebaliknya, sekolah tanpa kebijakan pendukung membuat guru kesulitan mengatur jadwal, menyediakan fasilitas, dan berkolaborasi.
Solusinya:
Jalin kerja sama dengan:
- Universitas untuk pelatihan dan pendampingan
- Sekolah lain yang sudah berhasil menerapkan STEM
- Industri lokal untuk dukungan praktik dan fasilitas
Mulai dari Mana untuk Menerapkan STEM?
Jangan terburu-buru. Menerapkan STEM tidak harus masif dari awal. Berikut langkah praktis yang bisa Anda mulai:
Pertama (Semester 1-2):
- Pilih 2-3 guru untuk pelatihan STEM
- Identifikasi 1-2 mata pelajaran yang siap untuk pilot project
- Alokasikan anggaran awal untuk peralatan dasar
Kedua (Tahun ke-2):
- Luaskan ke lebih banyak guru dan mata pelajaran
- Dokumentasikan pembelajaran dan evaluasi
- Perbaiki sistem berdasarkan pengalaman
Ketiga (Tahun ke-3 dan seterusnya):
- Jadikan STEM bagian dari budaya sekolah
- Kembangkan proyek yang lebih kompleks
- Bagikan praktik baik ke sekolah lain
Kunci keberhasilannya: komitmen Anda sebagai kepala sekolah, kesabaran dalam menghadapi tantangan, dan fleksibilitas dalam mencari solusi.
Dengan mengatasi tiga tantangan utama ini secara sistematis, menerapkan STEM di sekolah Anda bukan lagi mimpi yang mustahil. STEM bukan sekadar tren pendidikan, ini tentang mempersiapkan siswa menghadapi masa depan dengan keterampilan abad ke-21 yang mereka butuhkan.
Siap memulai? klik di sini
Referensi:
- STEM Implementation Issues in Indonesia: Identifying the Problems Source and Its Implications.Â
- Teacher Readiness in STEM Education: Voices of Indonesian Physics Teachers.
Kuanta merupakan lembaga yang berpengalaman dan terpercaya sebagai partner transformasi pendidikan melalui layanan konsultasi, pelatihan, pengembangan kepemimpinan, riset. Serta pendampingan berkelanjutan untuk menjadi lembaga pendidikan terbaik. Kuanta Indonesia bekerjasama dengan kementerian pendidikan, dinas pendidikan, yayasan pendidikan, Sekolah. Selain itu, bekerja sama dengan Direktur Pendidikan, CSR, pengurus yayasan, kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidik.
Temukan artikel kami yang lain di link berikut : Kumpulan Artikel Kuanta
Simak juga update terbaru dari kami melalui channel : youtube Kuanta Indonesia
Follow instagram kami di @kuantaindonesia