Standar Kompetensi Lulusan yang disusun dan diputuskan dalam perundang-undangan sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia oleh Kemendikbud melalui BSNP adalah hal yang seharusnya menjadi standar atau acuan bagi sekolah negeri maupun swasta.
Faktanya, SKL yang telah ditentukan mulai dari jenjang terkecil di Kelas I sampai dengan Kelas VI untuk jenjang SD mengalami ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya di kelas. Terutama sebelum di kelas VI, entah di kelas V atau IV bahkan di kelas III.
Sebabnya bisa beraneka ragam tergantung kondisi sekolah tersebut. Bisa saja beberapa penyebab ketidaktuntasan SKL sebagai berikut:
1. Leader tidak mengawal
Pimpinan sekolah, paling tidak di level wakil kepala sekolah seharusnya menjadi pengawal ketuntasan SKL yang diampu oleh masing-masing wali kelas. Ketercapaian ataupun ketidaktercapaian SKL di tiap level menjadi evaluasi bulanan bahkan jika bisa pekanan.
Kontrol yang tidak dilakukan secara konsisten, menyebabkan diakhir semester baru ditemukan kasus ‘ketidaktuntasan SKL‘ di masing-masing kelas.
2. Manajemen waktu tidak optimal
Hampir semua sekolah yang merasakan masalah ketidaktuntasan SKL ini berawal dari curhatan beberapa guru yang merasa dikejar waktu pembelajaran yang menipis sedangkan SKL-nya masih belum tuntas. Akibat fatalnya, adalah terburu-buru melewati SKL yang belum tuntas dan menuju ke SKL yang lain.
Manajemen waktu saat mulai dari perencanaan serta pelaksanaan pembelajaran tidak begitu optimal. Target waktu penyelesaian SKL yang harusnya dievaluasi tiap bulan tidak berjalan semestinya. Alasan klasiknya adalah ketiadaan waktu untuk berkumpul dan mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan.
3. Tidak ada alat ukur ketuntasan SKL
Selain kedua hal di atas menjadi alasan utama, ketiadaan alat ukur ketuntasan SKL juga menjadi alasan utama lain penyebab SKL tidak tuntas di jenjang yang seharusnya. Guru pun sudah merasa lelah jika harus membuat instrumen berupa soal-soal (untuk melihat ketidaktuntasan SKL di ranah pengetahuan) dan diuji cobakan ke siswanya.
Akibatnya, saat di tingkat akhir di kelas VI ataupun IX guru pengampu termasuk wali kelas tersebut seolah mendapatkan ‘durian’ runtuh dari kelas-kelas sebelumnya.
Sementara beban mengajar di VI dan IX juga tidak sedikit, plus ditambah dengan persiapan UN yang membutuhkan effort yang tidak sedikit.
Lalu apa yang harus dilakukan?
Ketuntasan SKL ini merupakan masalah yang rumit namun sebenarnya sederhana jika kita mengetahui akar penyebabnya. Apakah masalah di kepemimpinan sekolah? Apakah masalahnya ada di manajemen waktu? Atau hanya masalah kebijakan pengaturan beban mengajar beserta tanggung jawab lain yang belum optimal?
Masalah ini, tentunya memerlukan penelusuran lebih lanjut oleh pimpinan kepada seluruh jajarannya dalam forum terbuka.
Jika berbicara tentang alat atau sesuatu yang bisa membantu mendeteksi sekaligus memberikan rekomendasi penuntasan SKL ini bagaimana menurut anda? Anda bisa membayangkan betapa mudahnya jika ada alat semacam ini. Deteksi dini atas SKL yang tidak tuntas, rekomendasi dan tentunya anda lebih bisa mempersiapkan serta memberikan treatment kepada anak-anak yang belum tuntas SKL-nya.
Emastery ini adalah salah satu solusi yang kami tawarkan untuk mengatasi masalah tersebut. Platform yang baru saja diluncurkan tahun ini dan menggunakan sistem seperti UKPI (Uji Kompetensi KPI) berbasis online yang sudah 3 tahun ini dilaksanakan.
Emastery ini bisa diberikan kepada anak-anak kelas V dan VI untuk SD dan kelas VIII dan IX untuk SMP. Soal-soal yang disusun sedemikian rupa oleh tim pembuat soal yang berkualitas. Anda bisa mempelajari selengkapnya di www.emastery.id.
Demikian artikel singkat mengenai Mengapa SKL tidak tuntas, dan Bagaimana Mengatasinya? Semoga bermanfaat.