Siswa Tidak Semangat Belajar? Saatnya Coba Pendekatan STEM

Pernahkah anda melihat siswa anda yang menatap papan tulis tapi tidak benar-benar melihat. Tangan yang mencatat tapi pikiran entah di mana. Siswa hanya menjawab dengan anggukan ketika guru bertanya. Ini bukan tentang siswa yang bodoh. Ini tentang siswa yang kehilangan alasan untuk belajar. Dan yang paling menyakitkan? Sebagai kepala sekolah, Anda melihat ini terjadi setiap hari. Kabar baiknya ada pendekatan yang bisa digunakan untuk situasi tersebut dan sudah terbukti efektif secara ilmiah. Pendekatan tersebut dinamakan dengan pendekatan STEM.

Bukan Lab Mahal. Bukan Teknologi Canggih. Tapi Ini…

Sebelum Anda berpikir “Ah, sekolah kami tidak mampu”, tunggu dulu. Pendekatan STEM yang akan saya jelaskan bukan tentang robotika jutaan rupiah. Ini tentang sesuatu yang jauh lebih fundamental yaitu mengubah cara siswa dalam memahami pembelajaran.

Mari saya tunjukkan perbedaannya dengan contoh sederhana:

Pembelajaran Konvensional: Guru masuk kelas. Membuka buku. “Hari ini kita belajar rumus kecepatan: v = s/t. Catat dan kerjakan soal nomor 1 sampai 10.” Siswa mencatat. Mengerjakan. Nilai mungkin bagus. Tapi dua minggu kemudian? Lupa. Karena mereka tidak pernah benar-benar peduli.

Dengan Pendekatan STEM: Guru masuk kelas dengan kardus berisi mobil-mobilan mainan. “Minggu depan kita lomba. Kelompok kalian harus modifikasi mobil ini supaya bisa jalan paling jauh. Ada hadiah untuk pemenang.” Apa yang terjadi? kelas langsung hidup. Siswa berbisik-bisik: “Gimana caranya?” “Kita harus bikin lebih ringan!” “Roda harus gede atau kecil ya?” Lalu salah satu siswa berteriak: “Pak, kita perlu hitung kecepatannya kan? Rumusnya apa?”.

Lihat perbedaannya?

Rumus yang sama. Konsep yang sama. Tapi dalam pendekatan STEM, siswa bertanya karena mereka butuh tahu, bukan karena disuruh. 

Bukti Ilmiah Pendekatan STEM

Anda mungkin berpikir, “Kedengarannya bagus, tapi apakah benar berhasil?”
Studi di Frontiers in Education (2024) menemukan bahwa self-efficacy atau keyakinan siswa terhadap kemampuan diri mereka sendiri, terbukti menjadi faktor paling krusial yang menghubungkan motivasi dengan keterlibatan belajar.

Pnemuan ini sejalan dengan Education Week (2024), yang menunjukkan bahwa pendekatan STEM membuat matematika dan sains tidak lagi seperti pembelajaran yang abstrak. Sebaliknya, matematika dan sains itu berubah menjadi alat untuk memembantu siswa dalam menyelesaikan masalah.

Tiga Rahasia Pendekatan STEM yang Mengubah Segalanya

Balik Urutannya dari Masalah Dulu, Teori Belakangan

Inilah kesalahan terbesar pembelajaran konvensional yaitu mengajarkan solusi sebelum siswa tahu masalahnya. Misalkan guru memberikan perintah “Ini rumus Pythagoras. Hafalkan.” Siswa bertanya dalam hati: “Buat apa?”. Pendekatan STEM membalikkan ini. Mulai dari masalah yang yang ada disekitar siswa. Baru kemudian, biarkan mereka menemukan membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang dihadapi dan guru membantu menghubungkan dengan konteks matematika, sains, atau teknologi untuk menyelesaikannya. Dalam satu proyek, mereka belajar biologi, fisika, matematika, dan teknologi tanpa merasa sedang “belajar”. Mereka merasa sedang menyelesaikan misi.

Rangkul Kegagalan (Ini Justru Bagian Terpentingnya)

Hal ini dapat membunuh semangat siswa. Salah menjawab? Nilai jelek. Eksperimen gagal? Laporan buruk. Ide ditolak? Malu di depan kelas. Karena itu semua siswa jadi takut mencoba. Lebih aman diam, menunggu jawaban benar dari guru, mencontek, asal lulus. 

Pendekatan STEM mengubah narasi ini 180 derajat. Kegagalan = data. Proyek pertama gagal? Bagus! Sekarang kita tahu apa yang tidak bisa dipakai. Hipotesis salah? Sempurna! Kita eliminasi kemungkinannya. Ketika siswa mencoba berkali-kali, sesuatu berubah dalam diri mereka. Mereka tidak lagi takut mencoba.

Kekuatan Kerja Tim (Tapi yang Beneran Kerja)

“Baiklah, kerjakan dalam kelompok.” Kebanyakan 1-2 siswa yang mengerjakan, yang lain numpang nama. Guru tahu. Siswa tahu. Tapi ya sudahlah. Pendekatan STEM dapat mengubah ini dengan struktur yang jelas, dengan cara memberikan peran pada setiap tim, misalkan:

  • Project Manager – Mengelola timeline, memastikan deadline terpenuhi
  • Researcher – Mencari informasi, riset solusi yang sudah ada
  • Designer – Membuat sketsa, blueprint, visualisasi
  • Builder – Hands-on pembuatan prototipe
  • Presenter – Mengkomunikasikan hasil ke audience

Peran ini dapat dirotasikan setiap proyek agar semua siswa dapat merasakan setiap posisi. Hasilnya? Semua siswa berkembang. Tidak ada yang tersembunyi. Tidak ada yang mendominasi.

“Tapi Untuk Pendekatan STEM Ini Kami Tidak Punya…”

“…Budget Besar”

Proyek dengan budget Rp 50.000-100.000 per kelas sudah lebih dari cukup, dari bahan-bahan sederhana seperti kardus, botol, koran, dari bahan-bahan tersebut dapat mengasah kemampuan berpikir siswa. Sekolah dengan lab jutaan rupiah tidak otomatis lebih baik dari sekolah yang menggunakan barang bekas tapi dengan desain pembelajaran yang solid.

“…Waktu Ekstra”

Ini cara mengajar materi yang sudah ada dalam kurikulum. Satu proyek STEM 6-8 jam bisa cover 3-4 pertemuan ceramah + 1-2 praktikum + 1 ulangan. Lebih efisien tapi impact-nya jauh lebih besar: retention lebih tinggi, understanding lebih dalam, motivation meningkat drastis.

Keputusan Ada di Tangan Anda

Mari kita jujur, Anda bisa menutup artikel ini, kembali ke rutinitas, dan berharap masalah motivasi siswa menghilang dengan sendirinya. Atau… Anda bisa membuat keputusan bahwa hari ini adalah hari di mana sesuatu berubah di sekolah Anda.

Tidak perlu revolusi besar, budget fantastis, tim ahli dari luar negeri. Yang Anda butuhkan:

  • 2-3 guru yang mau mencoba
  • 1 proyek sederhana untuk 1 kelas
  • Keberanian untuk memulai

Pendekatan STEM sudah terbukti oleh riset. Sudah terbukti oleh sekolah-sekolah lain. Sekarang giliran sekolah Anda membuktikannya.

Siswa Anda layak merasakan kembali kegembiraan belajar.

Mereka layak bangun pagi dengan excited untuk pergi ke sekolah,pulang dengan cerita seru tentang prototipe yang berhasil (atau gagal tapi seru), dan merasa bahwa belajar bukan beban, tapi petualangan. Dan Anda, sebagai kepala sekolah, memiliki kekuatan untuk membuat itu terjadi. Jangan tunda. Mulai Senin depan. Satu kelas. Satu proyek. Lihat apa yang terjadi.

Masa depan siswa Anda dimulai dari keputusan Anda hari ini. klik di sini

Referensi

  1. Academic motivation and affective engagement toward science and math: The mediating role of self-efficacy.
  2. Education Week. (2024). Motivating All Students to Be STEM Problem Solvers.

Kuanta merupakan lembaga yang berpengalaman dan terpercaya sebagai partner transformasi pendidikan melalui layanan konsultasi, pelatihan, pengembangan kepemimpinan, riset. Serta pendampingan berkelanjutan untuk menjadi lembaga pendidikan terbaik. Kuanta Indonesia bekerjasama dengan kementerian pendidikan, dinas pendidikan, yayasan pendidikan, Sekolah. Selain itu, bekerja sama dengan Direktur Pendidikan, CSR, pengurus yayasan, kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidik.

Temukan artikel kami yang lain di link berikut : Kumpulan Artikel Kuanta
Simak juga update terbaru dari kami melalui channel : youtube Kuanta Indonesia
Follow instagram kami di @kuantaindonesia

Bagikan Artikel :

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Pinterest

Big Data dalam Reformasi Sistem Pendidikan Indonesia

Percepatan transformasi digital yang melanda berbagai sektor kehidupan mendorong dunia pendidikan untuk beradaptasi dan memanfaatkan teknologi guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Big Data dalam Reformasi Sistem ...
Read More →

Siswa Tidak Semangat Belajar? Saatnya Coba Pendekatan STEM

Pernahkah anda melihat siswa anda yang menatap papan tulis tapi tidak benar-benar melihat. Tangan yang mencatat tapi pikiran entah di mana. Siswa hanya menjawab dengan ...
Read More →

Transformasi Evaluasi Guru melalui Digitalisasi Penilaian Performa

Peran guru dalam dunia pendidikan tidak hanya sebatas menyampaikan materi, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna. Karena itu, evaluasi terhadap kinerja ...
Read More →