Era digital sekarang ini ternyata secara tidak sadar mengubah kegiatan yang kita kenal sebagai membaca. Tidak hanya itu, era digital juga telah mengubah pengertian membaca, cara orang membaca, dan materi atau bahan bacaan. Kenyataan bahwa kita dipaksa beradaptasi dengan pandemi Covid-19 telah menyebabkan kita semakin diarahkan kepada tantangan membaca yang tidak terduga sebelumnya, yaitu membaca digital.
Semakin sedikit orang menjual koran atau majalah cetakan sekarang ini, karena akses berita tersedia di berbagai media online (dalam bentuk e-paper, e-magazine, dll). Ini menyebabkan kebanyakan orang tidak lagi membeli atau berlangganan media cetak, ketika versi online-nya ternyata berharga lebih murah, atau bahkan bisa didapatkan secara gratis.
Akses berita dan informasi digital juga dipermudah dengan kecanggihan aplikasi yang tersedia. Semua aplikasi memaksimalkan penggunaannya secara user friendly. Lalu apa tantangan membaca di era digital ini? Bukan kah ini justru lebih mudah dan sangat support untuk kita rajin membaca?
Ternyata tidak semudah itu.
Kemudahan akses akan berita dan informasi ini juga dibarengi dengan hadirnya teknologi canggih bernama Sosial Media dan Online Chatting. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya minat membaca karena orang lebih sering menghabiskan waktunya untuk mengobrol lewat ponsel dibandingkan dengan menghabiskan waktu untuk membaca.
Apa tantangan membaca digital itu?
Pertama, kemampuan untuk focus. Saat membaca buku fisik kita lebih fokus pada satu tujuan yaitu membaca dan mengerti alur cerita yang kita baca. Itu yang membuat bisa fokus secara lebih, ketimbang dengan e-book yang saat kita membaca terkadang ada notifikasi yang masuk atau kita membuka aplikasi yang lain, yang lebih menggoda sehingga fokus kita hilang. Menatap layar ponsel berlama-lama juga membuat mata kita lelah, konsentrasi berkurang hingga akhirnya malas untuk membaca.
Kedua, kemanpuan menganalisa data. Kemampuan literasi informasi sudah seharusnya menjadi salah satu kemampuan yang wajib dimiliki semua orang saat ini. Kemampuan tersebut mencakup keterampilan untuk mengenali kebutuhan informasi, membuat pertanyaan riset, mencari sumber informasi yang relevan, menilai informasi dengan kritis, mengkomunikasikan dan membagikan temuan informasi dengan tanggung jawab bukan informasi bohong (hoaks)
Ketiga, kesadaran data (data awarenese) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan kesadaran masyarakat terhadap data pribadi masih kurang. 93 persen masyarakat membagikan data pribadi mereka secara digital, yakni melalui media sosial. Seharusnya memahami apa tujuan membagikan data, saat mengunduh aplikasi,pengguna harus membaca ketentuan terms of condition sebelum menyetujui memasang aplikasi tersebut.
Keempat, rendahnya kemampuan berfikir kritis. Seperti yang telah kita ketahui, berpikir kritis merupakan sebuah peningkatan kemampuan dimiliki dalam menganalisis serta mengekspresikan suatu ide-ide yang kita punya. Masih rendahnya kemampuan dalam berpikir kritis ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang sering mempercayai informasi hoaks atau palsu yang diterima tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu.
Dari berbagai macam faktor, ternyata buku fisik belum ditinggalkan sama sekali oleh peminatnya, buku digital atau buku fisik memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Tidak perlu pusing memilih satu di antara keduanya. Gunakan sesuai kebutuhan, selama minat membaca menjadi lebih besar oleh sebab salah satu dari keduanya, tentu tidak jadi masalah! Jadi, buku apa yang mau Anda baca hari ini? Share di kolom komentar ya!
Penulis :
S. Nuraisyah – Education Influencer Kota Denpasar Bali
Guru – SDIT Albanna Denpasar
Jangan lupa untuk baca artikel yang lain dari kami. Lihat semua artikel